Pasien Sesak Napas Meninggal – Bayangkan seorang pasien yang tengah terengah-engah, sesak napas, berjuang untuk hidup. Dia di bawa ke rumah sakit terdekat, berharap mendapatkan pertolongan. Namun, bukannya di tolong, dia malah di tolak mentah-mentah. Alasannya? Kamar penuh. Tak ada ruang untuk nyawa yang tengah terancam. Itulah yang terjadi pada Mulyono, seorang pria berusia 76 tahun asal Bojonegoro, Jawa Timur spaceman gacor. Saat di bawa ke RSUD Sumberrejo, petugas dengan dingin mengatakan bahwa kamar sudah penuh. Tanpa ada upaya penanganan medis, Mulyono akhirnya meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit lain.
BPJS Kesehatan: Jaminan Atau Janji Kosong?
BPJS Kesehatan, sebagai program jaminan sosial pemerintah, seharusnya menjadi pelindung bagi masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan. Namun situs slot depo 10k, kenyataannya sering kali berbeda. Kasus Mulyono hanyalah puncak gunung es dari banyaknya laporan penolakan pasien BPJS di rumah sakit. Mulai dari alasan kamar penuh, kuota BPJS yang sudah terpenuhi, hingga di skriminasi terhadap peserta BPJS, semua menjadi alasan bagi rumah sakit untuk menolak memberikan pelayanan.
Lebih mengejutkan lagi, beberapa rumah sakit bahkan terang-terangan menolak pasien BPJS dengan alasan yang tidak masuk akal. Seperti yang terjadi pada bayi D, yang meninggal dunia setelah di tolak oleh rumah sakit swasta di Kalideres, Jakarta Barat. Bayi tersebut datang dengan kondisi sesak napas, namun karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya awal yang mencapai Rp 11 juta, rumah sakit menolak memberikan perawatan. Ironisnya, rumah sakit tersebut tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, sehingga bayi D tidak bisa mendapatkan pelayanan medis yang layak.
Aturan yang Di langgar: Apa Tindakan BPJS?
Menurut UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, setiap fasilitas kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta BPJS, terutama dalam kondisi gawat darurat. Pasal 51 ayat (1) menyatakan bahwa fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien dalam kondisi gawat darurat. Namun, kenyataannya banyak rumah sakit yang melanggar aturan ini dengan berbagai alasan.
BPJS Kesehatan sendiri mengaku telah menerima banyak laporan terkait penolakan pasien BPJS oleh rumah sakit. Namun situs slot bet kecil, langkah konkret untuk menindaklanjuti pelanggaran ini masih di ragukan. Meskipun BPJS Kesehatan berjanji akan menegur fasilitas kesehatan yang melakukan diskriminasi, namun tindakan nyata yang tegas dan transparan masih sangat minim.
Apakah Nyawa Murah Harganya?
Setiap kali kasus penolakan pasien BPJS muncul, selalu ada pertanyaan yang sama: Apakah nyawa seseorang bisa di hitung dengan uang? Apakah karena seseorang tidak mampu membayar biaya awal, maka haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bisa di cabut begitu saja? Program BPJS Kesehatan seharusnya hadir untuk menjawab pertanyaan ini dengan tegas: Tidak!
Namun, kenyataannya berbeda. Banyak rumah sakit yang lebih mementingkan keuntungan finansial daripada nyawa pasien. Padahal, kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara, bukan barang dagangan yang bisa di tawar.
Tuntutan untuk Perubahan
Sudah saatnya pemerintah dan BPJS Kesehatan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan kesehatan yang ada. Rumah sakit yang terbukti melakukan penolakan terhadap pasien BPJS harus diberikan sanksi tegas, mulai dari pencabutan izin operasional hingga tindakan hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Selain itu, BPJS Kesehatan harus memastikan bahwa setiap fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan mereka benar-benar siap memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang di tetapkan. Jangan sampai program jaminan sosial ini hanya menjadi simbol tanpa makna, yang pada akhirnya hanya menambah penderitaan masyarakat.
Kisah Mulyono, bayi D, dan banyak korban lainnya seharusnya menjadi cermin bagi kita semua. Apakah kita akan terus diam dan membiarkan ketidakadilan ini terjadi? Ataukah kita akan bersuara dan menuntut perubahan demi masa depan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi semua? Saatnya untuk bertindak. Karena kesehatan adalah hak, bukan privilese.